Dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, seddiam nonumy eirmod tempor. invidunt ut labore et dolore magna aliquyam erat, sed diam voluptua. Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadip- scing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut labore et dolore magna aliquyam erat, sed diam voluptua. Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut labore et dolore magna aliquyam erat, sed diam voluptua. Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur.
 

MENGGAPAI MAKNA KAYA HAKIKI



Judul Buku : Saya Tidak Ingin Kaya Tapi Harus Kaya
Penulis : KH. Abdullah Gymnastiar
Penerbit : Khas MQ
Cetakan : I, September 2006
Tebal : xii + 180 halaman


Menjadi kaya adalah keinginan dari banyak orang. Namun, tidak semua orang berhasil mewujudkan kekayaannya. Ternyata tidak setiap orang terampil menjemput rezeki yang telah disediakan Allah.
Dibalik makna kaya secara umum, terdapat pemikiran tentang stigma kekayaan. Orang kaya sesungguhnya ternyata bukanlah mereka yang sekedar kaya harta, melainkan juga memiliki potensi kaya lainnya. Orang kaya sesunggahnya adalah orang yang benar-benar menjalankan perintah Allah Swt sehingga kekayaan mereka benar-benar berkah dan bermanfaat untuk orang banyak. Alhasil, kaya itu harus dan wajib bagi kita guna menjadi sebaik-baiknya manusia yaitu yang paling bermanfaat buat sesamanya.
Karena itu sebaiknya kaya bukanlah keinginan. Keinginan bisa berubah dan akan menjerumuskan kita pada nafsu duniawi yang banyak menipu. Kaya semestinya menjadi suatu keharusan sehingga menjadi wajib dan tidak berubah.
Dengan landasan paradigma itulah Buku Saya Tidak Ingin Kaya Tapi Harus Kaya karya Aa Gym ini lahir. Bagi umat Islam menjemput rezeki dan kekayaan adalah sebuah keharusan, karena karena ia bagian dari ikhtiar. Ikhtiar adalah sebuah prosesi yang akan sampai ke titik yang akan dituju, tetapi dengan percepatan dan hasil yang berbeda setiap orang. Harus berarti satu satunya pilihan yang harus direalisasikan. Substansi ikhtiar yang dikehendaki Islam adalah umat Islam mampu menjemput kekayaan yang dimiliki nilai tambah (added value), yaitu kekayaan yang diperoleh bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, serta berkah di dunia dan akhirat.
Kesuksesan dan kekayaan tersebut dapat diraih jika setiap Muslim mampu memegang prinsip ”setiap waktu harus lebih baik dari waktu sebelumnya, setiap waktu mampu dan siap melakukan perubahan dan setiap saat mampu meningkatkan ilmu, ilmu, dan ilmu”. Itulah sesungguhnya hakikat kekayaan yang sudah selayaknya dikejar dan menjadi orientasi hidup muslim.
Aa Gym memberikan rumusan untuk meraih kekayaan dengan prinsip 7B yang berakar pada akhlak yang mampu menumbuhkan karakter baik dan mengoptimalkan potensi diri sendiri dan fitrah sebagai manusia (khalifah).
Rezeki sebagai komponen meraih kekayaan memiliki makna yang penting dalam memberikan nilai tambah bagi kekekalan dan kemanfatan harta. Hakekat menjemput rezeki itu adalah : ikhtiar (menjemput rezeki) sebagai amal sholeh, ikhtiar (menjemput rezeki) untuk memperbagus citra, ikhtiar (menjemput rezeki) untuk meningkatkan kualitas diri, ikhtiar (menjemput rezeki) untuk menambah silaturahmi. Niscaya dengan prinsip tersebut, perjalanan menggapai kekayaan tak akan pernah sia-sia dan menjadi sebuah perjalanan yang penuh barokah.
Aa Gym melalui bukunya ini hendak memberikan perspektif alternatif tentang kekayaan yang selama ini cenderung materialistik. Kekayaan adalah stigma dari berbagai komponen. Dengan kata lain, kekayaan tidak berdimensi tunggal (kaya harta), tetapi memiliki dimensi yang luas, yakni kaya ghirah (semangat), kaya input (ilmu, wawasan, dan pengalaman), kaya gagasan (ide dan kreatifitas), kaya ibadah (amal), kaya hati, dan bonusnya kaya harta. Adalah sebuah keniscayaan jika kekayaan bergandengan tangan, saling menguatkan dengan kemuliaan hidup yang berlandaskan nilai-nilai ruhiyah.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Aa Gym melalui konsep Manajemen Qolbu yang membangun dakwah beriringan dengan membangun kekuatan ekonomi umat. Kekuatan ekonomi membuat kita tidak banyak bergantung kepada pihak lain atau sesama manusia. Lalu, kekuatan ekonomi ini juga tidak akan berarti tanpa kekuatan ilmu dan kekuatan akhlak.
Perspektif alternatif tersebut paling tidak dapat memberikan pencerahan (enlightenment) sekaligus memberikan kesadaran baru pada manusia tentang pentingnya meraih kekayaan yang hakiki. [Suyatno]

0 comments: